Kamis, 06 Desember 2007

Menggugat ? Kudung Gaul ?

Rina sebut saja begitu. Siswi sebuah Madrasah Aliyah di Bogor. Penampilannya modis banget. Kalo ke sekolah, seperti kebanyakan teman yang lainnya, pake kerudung. Tapi model kerudungnya, kira-kira mirip dengan yang dipake sama Mbak Inneke Koesherawaty dan Teh Desy Ratnasari.

Model kerudung itu dibuat ngepas dan ketat pada bagian leher. Model yang dipake sama Mbak Inneke sebagian kain kerudung yang harusnya menutup bagian dada dan punggung malah dimasukkin ke baju. Modelnya Teh Desy lain lagi, ujung-ujung kain penutup kepala itu yang seharusnya menutupi bagian dada malah ditarik ke atas dan dilipat ke bagian belakang leher lalu diikat. Kesannya memang jadi lucu. Itulah yang disebut sebagai kudung gaul.

Kontan aja, tren itu diikuti banyak remaja, termasuk ibu-ibu yang kudu merasa tampil modis dan trendi juga sekaligus �mahabbah� kepada seleb (idih, emangnnya ulama pake acara mahabbah segala?). Nah, karena dipromosikan sama artis, jadinya cepet nyebar tren kudung gaul ini. Buktinya, diamalkan juga oleh teman kita Rina. Bahkan �Rina-Rina� yang lain aktif juga mengenakan kudung gaul tersebut.

Bagi mereka yang merasa kudu tampil modis dan trendi, tren ini jadi semacam bentuk penyaluran dari seleranya. Maksudnya pengen mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang �in� saat ini. Akibatnya, dalam masalah kerudung aja mesti ada aturan main yang dibuatnya sendiri.

Sobat muda muslim. Sebenarnya sih kita bahagia dengan mulai tumbuhnya dalam diri temen-temen remaja puteri semacam kerinduan untuk tampil dengan simbol-simbol Islam. Jujur saja, itu udah merupakan prestasi tersendiri bagi yang bersangkutan. Maklum, jaman sekarang banyak kaum muslimin yang mulai berani mencampakkan nilai-nilai Islam. Rasanya sulit menemukan orang yang mau bener-bener menegakkan nilai dan ajaran Islam. Hanya saja, buat temen-temen yang masih begini, perlu bimbingan lanjut supaya nggak salah arah.

Termasuk dalam tren kudung gaul ini. Di mana-mana memang marak. Satu sisi, untuk kelas orang awam bolehlah berbangga diri. Tapi inget lho, yang seperti itu bisa bikin blunder. Tahu blunder kan? (jangan sampe ketuker dengen blender ya?) Coba, betapa ngerinya kalo itu kemudian bikin repot sendiri, layaknya orang yang melakukan blunder dalam permainan sepakbola. Maksud hati menghalau bola keluar lapangan, eh, ndak tahunya bola malah nemplok di kaki lawan. Karuan aja, bikin lawan mudah untuk menceploskan ke gawang kita sendiri. Eh, hubungannya dengan kudung gaul apa neh?

Begini sobat. Saat ini mungkin kamu belum menyadari akibatnya. Tapi suatu saat nanti, yang beginian bakalan bikin repot, lho. Why? Because, maraknya temen-temen remaja puteri yang mengenakan kudung gaul ini, justru karena ketidak-tahuannya tentang aturan Islam dalam masalah ini (juga ada yang ngak mau tahu tuh). Adakalanya temen-temen itu ikut-ikutan doang. Sebab, pemahaman Islamnya masih belum mapan. Maka, maraknya kudung gaul ini justru akan semakin memberikan citra buruk buat kaum muslimin. Karena, mereka udah merasa seneng ber-Islam tapi cuma mengandalkan modal semangat. Sementara ilmunya, maaf-maaf aja, masih perlu perbaikan. Itulah kenapa kita bilang berpotensi untuk jadi blunder buat Islam dan kaum muslimin. Begitcu...

Pilih syariat atau mode?
Nah, dalam masalah kudung gaul ini, kalo dilihat dengan jernih, sebenarnya yang ditonjolkan dari pemakainya adalah aturan modenya ketimbang aturan dalam ajaran Islam. Apalagi diperparah dengan salah mendefinisikan istilah jilbab dan kerudung. Ada yang nggak bisa ngebedain, malah kebalik-balik. Puguh aja, ini bikin kita yakin kalo emang banyak temen kita nyang kagak paham soal ini.

Lihat aja di sekolah-sekolah berbasis agama sekalipun, ternyata pihak sekolah tidak mewajibkan mengenakan jilbab bagi para siswinya. Yang boleh adalah cukup mengenakan kerudung, karena katanya itulah jilbab. Lho kok?

Iya, banyak di antara kita suka kebalik-balik dalam membedakan antara kerudung dengan jilbab. Ada yang bilang, kerudung malah disebut jilbab. Padahal, kerudung ya, kerudung, alias penutup kepala. Sementara jilbab adalah pakaian longgar semacam jubah. Nah, itu aturan syariatnya. Firman Allah Swt.: Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-nya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (TQS. al-Ahzab [33]: 59).

Kita coba ngasih penjelasan sedikit. Moga-moga aja kamu pada paham ya? Jilbab bermakna milh�fah (baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis), kain (kis�) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsawb) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus al-Muh�th dinyatakan demikian: Jilbab itu laksana sird�b (terowongan) atau sinm�r (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.

Nah, kalo kamu pengen tahu penjelasan tambahannya, ada juga keterangan dalam kamus ash-Shahh�h, al-Jawh�r� menyatakan: Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milh�fah) yang sering disebut mul�ah (baju kurung). Begitu sobat. Moga aja setelah ini nggak kebalik-balik lagi ketika membedakan antara jilbab dan kerudung.

Jadi pakaian muslimah itu? Nah, yang dimaksud pakaian muslimah, dan itu sesuai syariat Islam, adalah jilbab plus kerudungnya. Dan itu wajib dikenakan ketika keluar rumah. Di dalam rumah gimana? Emang sih nggak wajib, tapi ketika nemuin orang asing (baca: bukan mahram) yang kebetulan sedang bertamu ke rumah kamu or keluarga kamu, ya, wajib pake.
Sobat muda muslim, kita �cerewet� begini bukan ngiri or nggak suka sama kamu. Tapi justru sebagai bentuk kepedulian. Tentu karena sayang sama kamu. Supaya ketika kamu berbuat patokannya adalah syariat Islam, bukan mode atawa selera kamu semata.

Islam nggak sekadar simbol lho...
Memang sih, mengenakan simbol-simbol bisa dengan mudah kita mengenali siapa orang tersebut. Simbol itu bisa berupa busana atau aksesoris lainnya. Busana, menurut Kefgen dan Touchie-Specht, mempunyai fungsi: diferensiasi, perilaku, dan emosi. Dengan busana, membedakan diri (dan kelompoknya) dari orang, kelompok, atau golongan lain. Kalo ada orang yang pake tanda �salib�, kamu udah langsung bisa nebak, kalo orang tersebut agamanya Nasrani. Begitu juga ketika kamu ngelihat di televisi ada orang yang pake topi yarmelke, kamu bisa langsung menyimpulkan kalo orang itu adalah Yahudi. Begitupun ketika kamu menyaksikan ada orang yang pake baju koko, sarung, berpeci, dan masuk mesjid, segera saja kamu menyimpulkan kalo orang itu adalah muslim. Paling nggak ini sebagai identifikasi awal. Dan tentunya simbol-simbol itu udah disepakati bersama.

Bagi teman remaja puteri yang mengenakan jilbab dan kerudung, tentunya itu adalah bagian dari simbol Islam. Dan jelas itu membedakan dengan golongan lain. Kita udah memposisikan diri siapa kita. Sebab, busana juga bisa sebagai sarana untuk menyampaikan pesan. Minimal, siapa kita. Tul nggak?

Terus, busana juga bisa mengendalikan perilaku, lho. Betul banget. Sebab, ketika kamu pake sarung dan baju koko, maka pantesnya kamu menjaga tingkah lakumu. Jadi kalo pas penampilan kamu begitu, pastinya kudu malu dong kalo kamu main gaple or joget dangdutan di pesta kawinan tetangga kamu. Termasuk teman remaja puteri bisa menjaga diri. Nggak pantes rasanya kalo udah pake jilbab, tapi ngomongnya sering nyakitin ati teman kamu.

Lalu, busana juga ternyata bisa berfungsi emosional. Jaman kampanye pemilu dulu, ketika kamu pake kaos partai pujaan kamu, kamu bangga banget. Ketika konvoi bareng satu kelompok dengan kaos yang sama, terasa lebih terlibat secara emosi. Begitupun ketika kamu tampil dengan kostum bak pejuang intifadha, rasanya seperti sedang berada di medan tempur melawan Israel. Jadi jelas busana dan aksesoris itu bisa berfungsi sebagai emosi.

Busana muslimah, jilbab, adalah juga simbol identitas. Simbol pembeda antara yang benar dan salah. Memakai busana muslimah sekaligus merupakan simbol mental baja pemakainya. Gimana nggak, dalam kondisi masyarakat yang rusak binti amburadul ini masih ada orang yang berani tampil dan bangga dengan jilbab. Maklum saja, jaman sekarang ini jaman amburadul, utamanya kaum wanita dalam soal busana. Nggak abis pikir memang.

Padahal pabrik tekstil banyak, tapi aneh bin ajaib para wanita lebih seneng berpakaian irit bahan. Termasuk yang rada kacau adalah tren kudung gaul ini. Mereka masih malu untuk menyampaikan pesan Islam yang tegas dan benar. Masih percaya mode ketimbang syariat. Barangkali cukup merasa sudah ber-Islam meski dengan simbolnya yang �minim� itu. Walah?
Seharusnya, di tengah kondisi masyarakat yang memuja kebebasan, di dalam arena kehidupan yang kusut bin suram ini pemakai busana muslimah adalah orang-orang yang bersemangat pantang menyerah. Ia tak gentar melawan kemunafikan, mereka tak takut melawan arus, berani tampil beda dalam kebenaran. Inilah jilbab. Inilah identitas muslimah. Inilah perjuangan mereka melawan hegemoni budaya tak beradab. Dan jilbab menggelorakan emosi: emosi membela Islam, umat, dan dakwahnya. Maka sungguh aneh apabila wanita berjilbab tidak marah kepada Israel, Amerika dan sekutu-sekutunya yang doyan menghancurkan Islam. Sungguh hueran pula, bila ada wanita berjilbab yang tidak sedih saat membaca berita penderitaan saudaranya di Afghanistan, Poso, dan Ambon. Juga sebaliknya, sungguh tragis ada jilbaber kok sempet-sempetnya histeris nonton Soneta, eh, Coldplay manggung.

Saudaraku, seharusnya, jadikan citra jilbab dalam perspesi sosial umum sebagai kebaikan; sopan, ramah, kalem, tahu agama, alim dan sebagainya. Jadi, seperti kata Kefgen dan Touchie-Specht, bahwa busana adalah �menyampaikan pesan�. Kamu menerima pesan di balik busana orang, kemudian merespon sesuai persepsi sosial kamu.

Nggak usah setengah-setengah
Benar, nggak usah ragu untuk melaksanakan ajaran Islam. Buat kamu yang masih betah berkerudung gaul, udah saatnya deh tampil lebih sempurna, yakni sesuai syariat Islam; pake jilbab plus kerudungnya. Inget ya, jangan kudung gaul. Sebab, malah bikin citra negatif tentang Islam. Lagipula, Islam tak sekadar simbol�apalagi simbolnya nggak sempurna, tapi Islam adalah ajaran yang kudu diterapkan dalam ucapan dan perbuatan pemeluknya. Sesempurna mungkin. Firman Allah Swt.: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya (totalitas), (TQS al-Baqarah [2]: 208)

Sekali lagi buat teman remaja puteri jangan setengah-setengah deh kalo mau melaksanakan ajaran Islam, khususnya dalam masalah busana muslimah ini. Insya Allah kita yakin sama kamu, bahwa kamu bisa membedakan mana yang salah dan mana yang bener. Sebab, kalo dikasih tahu tentang kesalahan biasanya ngaku. Jujur gitu lho. Tapi, biasanya rada susah kalo kudu mengubah kebiasaan. �Mitos� bahwa teori lebih gampang ketimbang praktik jadi bener-bener ada. Bagi sebagian orang memang begitu kendalanya. Nah, kalo itu masalahnya, berarti kamu butuh untuk mengubah kebiasaan kamu. Caranya, kamu kudu berani tampil beda. Dalam kebaikan tentu ya? Nggak usah malu. Buang jauh-jauh rasa malu. Juga, coba gabung en gaul dengan teman-teman yang udah sempurna mengenakan busana muslimahnya. Biar mantep.

Asal sabar, insya Allah kamu mampu untuk melepaskan kudung gaulmu, dan mengenakan busana muslimah sesuai syariat; jilbab dan kerudungnya. Dan jangan lupa, senantiasa punya semangat untuk mengkaji Islam. Insya Allah, bersama Islam kita raih kemenangan ?