Kamis, 06 Desember 2007

SOLEHA cuma di layar kaca

Menjelang bulan suci Ramadhan, tiap stasiun televisi sibuk mempersiapkan tayangan-tayangan religius. Demi menggaet pemirsa setianya, RCTI udah mencuri start dengan me-launching sebuah sinetron spesial Ramadhan betajuk “Soleha” pada Kamis, 19 Juli 2007 lalu. Bintang-bintang muda yang akrab di kalangan remaja turut meramaikan ‘Soleha”. Ada Andriani Marshanda yang biasa dipanggil Chaha, Baim Wong yang tengah menjalin asmara dengan chaha di dunia nyata, atau Rionaldo Stockhorst. Kayaknya udah pada apal deh ya.

Mega sinetron produksi Sinem-Art ini bercerita tentang kisah hidup Arini Soleha (Marshanda), seorang gadis tegar, tomboi, keras, tapi jujur dan taat beribadah. Suatu saat, pamannya membawa Soleha lari ke Jakarta karena tidak mampu lagi melunasi utang-utangnya. Namun, ternyata, nggak gampang nyari pekerjaan halal di Jakarta. Soleha yang sebelumnya bekerja sebagai guru mengaji, akhirnya terpaksa banting setir menjadi kondektur metromini yang disupiri oleh Rendra (Rionaldo).Mereka pun menjadi pasangan sopir dan kondektur yang solid.

Meski awalnya Rendra menolak Soleha, tapi melihat sifat Soleha yang keras dan berani, Rendra pun menerima Soleha sebagai kondekturnya. Kedekatan itulah yang lambat laun membuat Rendra akhirnya jatuh hati kepada Soleha. Konflik mulai muncul ketika hadir seorang artis yang tinggi hati, Ervan (Baim Wong) yang ternyata merupakan teman kecil Soleha. ’Soleha’ telah menyapa pemirsa sejak 23 Juli 2007. Bisa jadi, kamu salah satu penonton setianya. Hayo, ngaku aja deh!

Fatamorgana di layar kaca
Sinetron religi menjadi tayangan wajib di bulan suci. Channel tv mana aja yang kita tonton, pasti di sana ada sinetron religi. Baik yang berupa cerita lepas atau berseri. Sisi positifnya, sinetron religi yang kaya akan pesan moral bisa menjadi setetes air penghilang dahaga di tengah kegersangan sinetron yang hanya mengekspolitasi cinta atau gaya hidup mewah. Apalagi untuk pasar remaja, tentu karakter bintang sinetron yang ‘agamis’ sedikit banyak mempengaruhi pola sikapnya menjadi lebih sholeh/sholehah. Inilah yang diharapkan oleh para sineas produsen sinetron religi remaja.

Namun di sisi lain, tak ada yang berbeda dari sinetron Ramadhan dari tahun ke tahun. Dari sisi tema cerita, nggak jauh dari kisah tokoh utama yang terzhalimi. Dari keseharian tokoh utama, masih dihiasi busana muslim/muslimah, banyak kata-kata bijak merajalela, ucapan salam yang kian sering terdengar, dan nggak ketinggalan adegan shalat, atau adegan berdoa. Nggak lupa, theme song yang islami biar nuansa religinya lebih kerasa. Lantas apa yang menarik dari sinetron religi remaja, seperti ‘Sholeha’?

“Pemirsa, jangan lupa untuk menyaksikan mega sinetron Soleha di RCTI, karena Anda dapat mengikuti kuis berhadiah jutaan Rupiah…”. Ternyata, inilah salah satu daya tarik yang ditawarkan kepada pemirsa untuk nonton sebuah sinetron religi. Ironi ya, bukan cerita yang bagus, cerminan figur yang patut dicontoh, atau kualitas tayangan layak tonton yang dijanjikan kepada pemirsa. Tapi bejibun hadiah yang sudah menunggu. Ampun deh!

Inilah salah satu bentuk kapitalisasi media. Seideal apapun cerita maupun karakter tokoh yang kita sodorkan, belum tentu dipandang mulia di hadapan para pemilik media. Seperti dituturkan Zara Zetira (penulis skenario sinetron religi ‘Hikmah’) dalam sebuah blog “Sebagai penulis saya pun merasakan preassure dari pihak lain yang bersangkutan (produser dan stasiun tv serta hasil survey/rating) Kedengarannya klise , tapi ini bukan excuse. Kenyataannya dunia seni (sinteron) termasuk dalam kategori komoditi dagang (bisnis) yang sulit menjadi independen (murni)”. (Halaman Berumput, 27/09/06)

Nggak heran kalo seorang peneliti media, Mc Quail, mengatakan bahwa pada dasarnya tayangan televisi itu bersifat nonmoral, maka masuk akal ketika mereka (pengusaha televisi) tak akan pernah mau memegang tanggung jawab moral dan sosial berkaitan dengan acara yang diperdagangkan. Justru yang terkena getahnya adalah para tokoh agama, institusi pendidikan, dan masyarakat secara luas. Orientasi puncaknya, yaitu politik media atau televisi yang mengincar keuntungan semata (kapitalisme), tanpa peduli apakah akan menyentuh nilai-nilai keagamaan, moralitas, dan kemanusiaan. Yang ada adalah semacam sofistikasi (keberpura-puraan) yang hanya menonjolkan aspek formalisme-simbolisme, tetapi sejatinya hampa makna (blank of meaning). (Kompas, 28/09/06).

Yang lebih parah, simbolisasi agama dalam setiap sinetron religi, seperti dalam “Soleha”, kian mengerdilkan ajaran Islam di tengah kita. Karakter wanita sholeha yang dimuliakan Islam, hanya digambarkan wanita yang berbusana muslimah (sekadar ikut tren tapi belum sempurna menutup aurat cara berpakaiannya), rajin shalat, sering berdoa, jujur, tegar, atau pantang menyerah. Nggak apa-apa berperilaku tomboy, bebas bergaul dengan lawan jenis, atau mengkespresikan cinta yang jauh dari nilai-nilai Islam. Piye iki?

Ini menunjukkan, judul yang kelihatannya islami bukan berarti sinetron tersebut pasti benar. Inti cerita lebih banyak menampilkan sudut pandang Islam, tapi bukan berarti disampaikannya selalu benar. Siapa tahu malah akhirnya melecehkan Islam. Ini sebuah fatamorgana, Bro!

Mengenal wanita shalihah
Shalihah adalah kata sifat yang berarti baik. Dalam bahasa Arab imbuhan ta’ marbutah (É) di akhir sebuah kata sifat menunjukkan bahwa sesuatu yang disifati tersebut adalah muannats (perempuan).

Wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan RasulNya. Kemuliaan dan keutamaannya digambarkan Rasulullah saw. dalam sabdanya:
الدنيا متاع وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة - رواه مسلم

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah” (HR Muslim)
Begitu juga ketika Umar ra. bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau menjawab:
ليتخذ أحدكم قلبا شاكرا ولسانا ذاكرا وزوجة مؤمنة تعين أحدكم على أمر الآخرة. رواه ابن ماجه

“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah (shalihah) yang akan menolongmu dalam perkara akhirat” (HR Ibnu Majah)

Wanita shalihah, di dunia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Dalam al-Quran surat an-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya alias nggak jelalatan. Make up-nya labih diutamakan basuhan air wudhu daripada bedak kosmetik. Lipstiknya bukan lip gloss, melainkan dzikir kepada Allah.

Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Nggak asal mangap. Apalagi sampe centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit bin histeris saat mendapatkan kesenangan. Nggak ada dalam sejarahnya tuh. Justru ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai dan bermanfaat. Sehingga aktivitas amar ma’ruf nahi munkar pun telah menjadi kesehariannya. Ikut berdakwah, Sis!

Wanita shalihah juga pintar dalam bergaul. Senantiasa menjaga batas pergaulan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Ia juga selalu menjaga akhlaknya dengan memelihara rasa malu. Mengingat setiap tindak-tanduk kita nggak akan pernah lolos dari pengawasan Allah Swt. maupun malaikat Raqib dan Atid. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.

Saat mendapati keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia “polos” tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya. Tak heran jika setiap muslimah mendambakan predikat wanita shalihah melekat pada dirinya. Kamu mau?

Menjadi hamba yang shalih/shalihah
Sobat, siapa yang tak tergoda untuk menjadi hamba yang shalih/shalihah. Predikat yang dijanjikan kemuliaan dunia akhirat oleh Allah Swt. Siapa saja boleh ikut ambil bagian untuk meraih predikat itu, lho. Nggak usah minder meski kita baru ngaji atau belon pernah naik haji. Manusia memang tak ada yang sempurna, tapi kita bisa berupaya mendekati sempurna. Yang penting kita niat yang ikhlas semata-mata mengharapkan ridho Allah. Sebisa dan sekuat mungkin taat kepada ajaran Islam. Kalo melanggar ya harus bertobat dan jangan pernah melakukannya lagi. Untuk mengokohkan niat mulia itu, beberapa hal bisa kita perbuat. Diantaranya:

Pertama, mengkaji Islam. Ini penting, selain wajib. Dengan ikut ngaji, kita bisa mengenal Islam lebih dalam. Tak hanya ibadah ritual atau moral saja. Sehingga keshalihan kita nggak hanya nampak di masjid atau mushola saja. Tapi juga saat bersekolah, di tempat kerja, bergaul, termasuk saat kita menghadapi permasalahan.

Kedua, merawat keimanan kita. Rasul bilang, keimanan seseorang itu bisa naik dan turun. Untuk menjaga kesolehan kita, tentu mesti diupayakan agar keimanan kita tetep stabil di atas. Caranya, dengan sering beribadah ‘extra’ selain yang wajib. Seperti shalat sunat, puasa sunat, berinfak, shadaqah, atau berdoa. Selain itu, menjalin persahabatan dengan orang shaolih/shalihah bisa membantu kita. Lantaran mereka akan mengingatkan jika kita khilaf, mengajak tetep taat, dan menjauhkan kita dari perbuatan maksiat. Asyik kan?

Ketiga, meneladani shahabat/shabiyah Rasulullah saw. Ketika kita memerlukan sosok yang bisa mendorong kita untuk tetep istiqamah, tentu selebriti yang pura-pura shalih/shalihah dan ‘agamis’ cuma lantaran tuntutan skenario nggak masuk hitungan kita. Yang paling pantas, selain Rasulullah saw, tentu adalah para shahabat/shahabiyah-nya. Contoh Khadijah ra, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal. Subhanallah, kan!

Nah sobat, mumpung masih ada kesempatan, mari kita sama-sama meningkatkan ketaatan kita kepada Allah Swt. dan RasulNya. Dengan ikut ngaji, rajin beribadah, berdakwah, dan istiqamah menjalankan aturan hidup Islam dalam keseharian kita. Sehingga Allah Swt memasukkan kita ke dalam golongan hambaNya yang shalih dan shalihah dalam arti kata yang sesungguhnya. Bukan pula hanya berpura-pura shalih or shalihah ketika disorot kamera film saja atau saat dilihat orang. Yuk kita benahi diri kita!